SITI MAGHFIRAH ABDUL ARTIKEL DIABETES MELITUS


Nama: Siti Maghfirah Abdul


                                                      ARTIKEL DIABETES MELITUS

1 Definisi

Diabetes Mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. (PERKENI, 2006)
Neuropati diabetik adalah adanya gejala dan atau tanda dari disfungsi saraf penderita diabetes tanpa ada penyebab lain selain diabetes mellitus, (setelah dilakukan eksklusi penyebab lainnya). (Boulton,2004; Syahrir, 2006)



2 Epidemiologi

Data epidemiologi menyatakan bahwa kira-kira 30% sampai 40% pasien dewasa dengan diabetes tipe 2 mempunyai suatu distal peripheral neuropathy (DPN). DPN telah dihubungkan dengan berbgai faktor resiko mencakup derajat tingkat hiperglikemi, indeks lipid dan tekanan darah, lama dan beratnya menderita diabetes. Angka durasi diabetes juga akan meningkat sesuai umur dan durasi diabetes. Studi epidemiologik menunjukkan bahwa dengan tidak terkontrolnya kadar gula maka akan mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya neuropati, seperti halnya borok kaki dan amputasi. Suatu kenaikan kadar HbA1c 2% mempunyai resiko komplikasi neuropati sebesar 1,6 kali lipat dalam waktu 4 tahun. (Sjahrir, 2006)

.4 Patogenesis
Lesi pada saraf perifer akan menimbulkan enam tingkat kerusakan yaitu : (Brushart, 2002)
a. Grade 1 (Neuropraksia)

Kerusakan yang paling ringan, terjadi blok fokal hantaran saraf, gangguan umumnya secara fisiologis, struktur saraf baik. Karena tidak terputusnya kontinuitas aksoplasmik sehingga tidak terjadi degenerasi wallerian. Pemulihan komplit terjadi dalam waktu 1 – 2 bulan.
b. Grade II (aksonometsis)

Kerusakan pada akson tetapi membrana basalis (Schwann cell tube), perineurium dan epineurium masih utuh. Terjadi degenerasi wallerian di distal sampai lesi, diikutu dengan regenerasi aksonal yang berlangsung 1 inch per bulan. Regenerasi bisa tidak sempurna seperti pada orang tua.
c. Grade III

Seperti pada grade II ditambah dengan terputusnya membrana basalis (Schwann cell tube). Regenerasi terjadi tetapi banyak akson akan terblok oleh skar endoneurial. Pemulihan tidak sempurna.
d. Grade IV

Obliterasi endoneurium dan perineurium dengan skar menyebabkan kontinuitas saraf berbagai derajat tetapi hambatan regenerasi komplit.
e. Grade V

Saraf terputus total, sehingga memerlukan operasi untuk penyembuhan.

f. Grade VI

Kombinasi dari grade II-IV dan hanya bisa didiagnosa dengan pembedahan.
Ada tiga proses patologi dasar yang bisa terjadi pada saraf perifer yaitu : (Adam, 2005)
a. Degenerasi Wallerian

Terjadi degenerasi sekunder pada mielin oleh karena penyakit pada akson yang meluas ke proksimal dan distal dari tempat akson terputus. Perbaikan membutuhkan waktu sampai tahunaan, oleh karena pertama terjadi regenerasi kemudian baru terjadi koneksi kembali dengan otot, organ sensoris, pembuluh darah.
b. Demielinisasi segmental

Terjadi destruksi mielin tanpa kerusakan akson, lesi primer melibatkan sel Schwann. Demielinisasimulai daro nodus ranvier meluas tak teratur ke segmen-segmen internodus lain. Perbaikan fungsi cepat karena tidak terjadi kerusakan akson.
c. Degenerasi aksonal

Degenerasi pada bagian distal akson saraf perifer dan beberapa tempat ujung akson sentral kolumna posterior medulla spinalis.
Basis patofisiologik pengembangan timbulnya periferal neuropati dari diabetes tidaklah dipahami dengan sepenuhnya, dan berbagai hipotesis telah diajukan. Faktor-faktor etiologik daripada diabetes neuropati diduga adalah vaskuler, metabolisme, neurotrofik dan immunologik. (Sjahrir, 2006)

1. Faktor vaskular

Abnormalitas vaskuler yang terjadi pada pasien dengan diabetik polineuropati meliputi penebalan membran basalis dinding pembuluh darah, endotelial hiperplasia, disfungsi endotelial, peningkatan ekspresi endotelin dan peningkatan kadar vascular endotelial growth factor (VEGF). Diabetes secara selektif merusak sel, seperti endotelial sel dan mesangial sel, dimana kecepatan pengangkutan glukosa tidak merosot dengan cepat seperti halnya hasil peningkatan kadar gula, hal ini mendorong ke arah penumpukan glukosa tinggi dalam sel. Berdasarkan teori ini, terjadi proses iskemia endoneurial yang berkembang karena adanya peningkatan endoneural vascular resistance terhadap daerah hiperglikemi. Berbagai faktor berkenaan dengan metabolisme, termasuk pembentukan glycostatin end product, juga telah mencakup, mendorong ke arah kerusakan kapiler, inhibisi transpor aksonal, aktivitas Na+/K+ATPase, dan akhirnya ke degenerasi aksonal.(Sjahrir, 2006)
2. Teori berkenaan dengan metabolisme

Ada 2 teori utama berhubungan dengan efek yang berkenaan dengan metabolisme dari hiperglikemi kronis dan efek iskemia pada saraf periferal. Efek hiperglikemia yang berkenaan dengan metabolisme meliputi pembuatan potensi neurotoksin (seperti jenis oksigen reaktif dan sorbitol) dan perubahan tingkatan enzimntraseluler dan molekul pemberian isyarat (seperti Na+/K+ATPase, protein kinase C, dan protein mitogen-activated kinase).

2.1. The polyol pathway

Di dalam status yang normoglikemik, kebanyakan glukosa intrasellular adalah di phosphorylated ke glucose-6-phosphate oleh hexoginase. Hanya sebagian kecil dari glukosa masuk polyol pathway. Dibawah kondisi-kondisi hiperglikemi, hexoginase disaturasi, maka akan terjadi peningkatan influks glukosa ke dalam polyol pathway aldose reductase, yang mengkatalisa pengurangan glukosa ke sorbitol, adalah rate limiting enzim didalam pathway ini.
Aldose reductase, yang secara normal mempunyai fungsi mengurangi aldehid beracun didalam sel ke alkohol non aktif, tetapi ketika konsentrasi glukosa di dalam sel menjadi terlalu tinggi, aldose reductase juga mengurangi glukosa itu ke sorbitol, yang mana kemudian dioksidasi menjadi fruktose. Sedang dalam proses mengurangi glukosa intraselluler tinggi ke sorbitol, aldose reductase mengkonsumsi co-factor NAPH (nicotinamide adenin dinucleotide phospat hydrolase). NADPH adalah juga co-factor yang penting untuk memperbaharui suatu intraselluler critical antioxidant, dan pengurangan glutathione. Dengan mengurangi jumlah glutathione,polyol pathway meningkatkan kepekaan ke intracelluler oxidative stress. Oxydative stress berperan utama didalam patogenesis diabetik periferal neuropati. (Sjahrir, 2006)
Oxidative stress terjadi didalam sistem selluler ketika produksi radikal bebas melebihi kemampuan antioksidan didalam sel. Jika antioksidan tidak membuang radikal bebas, radikal akan menyerang
dan merusak protein, lipid dan asam nukleat. Hasil dari oksidasi atau nitrosilasi dari radikal bebas akan menyebabkan penurunan aktivitas biologik, kehilangan kemampuan metabolisme energi, transport, dan kehilangan kemampuan fungsi utama lainnya. Akumulasi dari proses ini akan menyebabkan sel mati melalui mekanisme apoptosis atau nekrotik. ( Vincent dkk, 2004)

Suatu teori mengatakan bahwa gula yang berlebihan dalam sirkulasi darah di tubuh saling berinteraksi dengan suatu enzim di dalam sel Schwann, yang disebut aldose reductase. Aldose reductase mengubah bentuk gula ke dalam sorbitol, yang pada gilirannya menarik air ke dalam sel Schwann, menyebabkan sel Schwann membengkak. Ini pada gilirannya menjepit serabut saraf, menyebabkan kerusakan dan menimbulkan rasa nyeri. Akhirnya sel Schwann dan serabut saraf dapat nekrosis. (Sjahrir, 2006)

2.2 Aktivasi protein kinase C pathway
Berperan dalam patogenesis diabetic peripheral neuropathy. Hiperglikemi didalam sel meningkatkan sintesa suatu molekul yang disebut dicylglycerol (DAG), yaitu suatu critical activating factor untuk isoforms protein kinase-C,β,α,ð. Protein kinase C juga diaktifkan oleh oxydative stress dan advanced glycation end product. Aktivasi protein kinase C menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler, gangguan sintesa nitric oxyde (NOs), dan perubahan aliran darah.(Sjahrir,2006)
Universitas Sumatera Utara
advanced glycation end product sangat toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO akan menurun, sehingga vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama rendahnya mionisitol dalam sel saraf, terjadilah neuropati diabetik. (Duby,2004)
2.3 Adenosine diphosphate (ADP)
Ada bukti bahwa poly Adenosine diphosphate (ADP)-ribose polymerase (PARP) mempunyai suatu peran penting dalam mediator beberapa pathway dari hyperglicemia induced damage.(Sjahrir, 2006)
2.4 The hexosamine pathway
Ketika hiperglikemia intraselluler berkembang didalam sel target dari komplikasi diabetes, menyebabkan produksi ROS (reactive oxygen species) mitokhondria. ROS menerobos inti DNA, yang mengaktifkan PARP. PARP kemudian memodifikasi enzim GAPDH (glycolytic glyceryldehyde-3 fosfat dehidrogenase), dengan demikian mengurangi aktivitasnya. Akhirnya, pengurangan aktivitas GAPDH akan mengaktifkan polyolpathway, meningkatkan pembentukan AGE intraseluler (lycation and product), mengaktifkan PKC dan sesudah itu NFxB, dan mengaktifkan hexosamine pathway flux. (Sjahrir,2006)
Universitas Sumatera Utara
Gambar. 1. Jalur utama Hiperglikemi Menyebabkan Injury Sel. Hyperglycemia activates many signaling mechanisms in cells. Four major pathways that can lead to cell injury downstream of hyperglycemia are illustrated. 1) Excess glucose shunts to the polyol pathway that depletes cytosolic NADPH and subsequently GSH. 2) Excess glucose also undergoes autooxidation to produce AGEs that impair protein function and also activate RAGEs that useROSas second messengers. 3) PKC activation both further increases hyperglycemia and also exacerbates tissue hypoxia. 4) Overload and slowing of the electron transfer chain leads to escape of reactive intermediates to produce O2_. as well as activation of NADH oxidase that also produces O2 A unifying mechanism of injury in each case is the production of ROS that impair protein and gene function. TCA, Trichloroacetic acid; PAI-1, plasminogen activator inhibitor-1.
Dikutip dari : Vincent A.M, Russel JW, Low P, Feldman EL. 2004. Oxidative Stress in the Pathogenesis of Diabetic Neuropathy. Endocrine Reviews. 26(4):S12-S28.
3. Faktor neurotropik
Nerve growth factor diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf. Pada penderita diabetes kadar NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan derajat neuropati.

4. Faktor immunologi

Pada penderita diabetes dijumpai adanya antineural antibodies dalam serum yang secara langsung dapat merusak struktur saraf sensorik dan motorik yang bisa dideteksi dengan immunoflorens indeks.
5 Gejala Klinis
Gejala bergantung pada tipe neuropati dan saraf yang terlibat. Pada beberapa orang bisa tidak dijumpai gejala. Kesemutan, tingling atau nyeri pada kaki sering merupakan gejala yang pertama, bisa juga nyeri dan kesemutan. Gejala bis amelibatkan sistem saraf sensoris atau motorik ataupun sistem saraf otonom. (Dyck, 2002)

6 Diagnosis
Diagnostik neuropati ditegakkan berdasarkan adanya gejala dua atau lebih dari empat kriteria dibawah ini : (Sjahrir,2006)
1. Kehadiran satu atau lebih gejala
2. Ketidakhadiran dua atau lebih refleks ankle atau lutut
3. Nilai ambang persepsi getaran/vibration-abnormal.

4. Fungsi otonomik abnormal (berkurangnya heart rate variability (HRV) dengan rasio RR kurang dari 1,04 postural hypotension dengan turunnya tekanan darah sistolik 20 mmHg atau lebih, atau kedua-duanya).

II.7. Penatalaksanaan
Langkah manajemen terhadap pasien adalah untuk menghentikan progresifitas rusaknya serabut saraf dengan kontrol kadar gula darah secara baik. Mempertahankan kontrol glukosa darah ketat, HbA1c, tekanan darah, dan lipids dengan terapi farmakologis dan perubahan pola hidup. Komponen manajemen diabetes lain yaitu perawatan kaki, pasien harus diajar untuk memeriksa kaki mereka secara teratur. (Sjahrir, 2006)
II.8 Gamma glutamyltransferase
Gamma glutamyltranspeptidase (Gamma-glutamyltransferase, gamma-glutamyl transpeptidase, γ-glutamyltransferase, GGT, GGTP, gamma-GT,) adalah sejenis enzim yang memindahkan gugus γ-glutamil dari glutathion dan konjugasi-S nya serta senyawa γ-glutamil ke molekul akseptor γ-glutamil seperti asam amino, rantai peptida pendek dan H2.sel epitelial, namun terutama terdapat di hati, dan sering digunakan sebagai salah satu parameter diagnosa dalam bidang kedokteran. Aplikasi yang paling sering digunakan adalah untuk mendiagnosa penyakit pada hati atau saluran empedu, dan penanda utama pada gejala diabetes mellitus tipe 2. Aktivitas paling tinggi dari GGT ditemukan pada ginjal, usus kecil, pankreas, hati dan organ lain yang mempunyai fungsi absorbsi dan sekresi. Kadar GGT dihubungkan dengan beberapa faktor resiko kardiovaskuler, dan ditemukan juga sebagai prediktor pada hipertensi, diabetes, stroke, dan penyakit jantung. Ada O Enzim ini ditemukan pada berbagai jaringan pada permukaan.
hubungan yang kuat antara peningkatan kadar GGT dan insiden diabetes. Walaupun GGT digunakan secara luas sebagai marker untuk konsumsi alkohol. (Emdin dkk, 2001; Visvikis dkk, 2001)
Gamma glutamyltransferase memicu katabolisme GSH, menyediakan pasokan sistein untuk sel dan memelihara rasio GSH intraselular, metabolisme leukotriena C4 dan xenobiotik. Ekspresi GGT merupakan salah satu mekanisme pertahanan antioksidan dan sangat sensitif terhadap stres oksidatif. (Simona dkk, 2005)
II.9 Elektromiografi
Elektromiografi adalah pemeriksaan elektrodiagnosis untuk memeriksa saraf perifer dan otot. Prinsip kerjanya adalah merekam gelombang potensial yang ditimbulkan baik oleh otot maupun saraf. (Poernomo, 2003)
Gelombang potensial dapat ditimbulkan dalam otot dengan memberikan stimulus pada saraf motorik yang mengelolanya. Untuk mengukur kecepatan hantaran saraf (KHS) motorik yaitu dengan merangsang saraf motorik pada dua tempat disebelah proksimal dan distal. Latensi adalah waktu yang dibutuhkan dalam menghantarkan impuls dari tempat perangsangan (stimulus) sampai ke akson terminal dan transmisi dari akson terminal ke motor end plate, sehingga timbul potensial aksi. Dengan memberi stimulus pada dua tempat, akan timbul dua gelombang potensial yang masing-masing latensi distalnya berbeda. Agar lebih akurat hasilnya, sebaiknya jarak antara 2 stimulus adalah ≥ 10 cm. KHS motorik dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
KHS (m/det) = jarak antara ke 2 titik stimulus (mm)
Latensi distal II (proksismal) – latensi I (distal) (milidetik)
Untuk mengukur saraf sensorik dilakukan dengan memberikan stimulus pada saraf sensorik. Aksi potensial saraf sensorik dapat direkam dengan elektrode permukaan yang dililitkan pada jari. Pengukuran KHS sensorik adalah dengan menghitung jarak dari stimulus tunggal sampai elektroda perekam dibagi dengan latensi. Aksi potensialnya jauh lebih kecil daripada otot. (Poernomo, 2003)
Universitas Sumatera Utara
II.10. Kecepatan Hantaran Saraf
Merupakan tekhnik utama untuk studi fungsi saraf perifer yang melibatkan stimulasi kulit dari saraf sensorik dan motorik. Hasil studi kecepatan hantaran saraf sensorik dan motorik nampak sebagai amplitudo, conduction velocity, dan distal latensi. (Adam dan Victor, 2005)
Faktor-faktor yang mempengaruhi KHS adalah :
1. Faktor fisiologis seperti temperatur, umur, tinggi badan, segmen proksismal dibanding distal dan anomali inervasi.
2. Faktor nonfisiologis : tahanan elektrode dan interferensi 60 hz, stimulus artefak, filter, posisi katode, stimulus supramaksimal, kostimulasi saraf yang berdekatan, penempatan elektroda, perekaman antidromik dibandingkan ortodromik, jarak antara elektrode aktif dan saraf yang diperiksa, jarak elektrode aktif dengan elektrode referens, posisi ekstremitas dan pengukuran jarak, sweep speed dan sensitivitas. (Poernomo,2003)

Tabel.4 Kecepatan Hantaran saraf normal orang dewasa 16 – 65 tahun Motor Nerve Conduction Studies
Nerve
Distal sti-mulation site
Other stimulasion site
Recording site
Onset latency
(ms)
Amp
(mv)
CV
(m/s)
Distance
(cm)
F-wave latency
(ms)
Median
Wrist
Elbow
APB
< 4,2
> 4,4
>49
6-8
<31
Ulnar
Wrist
BG,AG
ADB
< 3,4
> 6,0
>49
5,5-7,5
<32
Radial
Forearm
Elbow, SG
EIP
< 5,2
>4,0
>50
10
NA
Peroneal
Ankle
BFH,AFP
EDP
< 5,8
>2,0
>42
6-11
<58
Peroneal
BFH
AFP
TA
< 3,0
>5,0
>42
10
NA
Tibial
Ankle
PF
AH
< 6,5
>3,0
>41
6-8
<59


Iklan Tengah Artikel 2